Langsung ke konten utama

Satria Dewa, Memajukan Konsep Melupakan Penggemar

Satria Dewa punya 1001 cara untuk menggaet atensi publik. Tapi fans adalah ujung tombak yang ngga boleh mereka lupakan.

Sebagai generasi yang masih bisa hidup hingga 10 tahun ke depan, mungkin sudah bisa dijadikan keistimewaan. Hal itu karena kita diberikan oleh Tuhan kesempatan melihat geliat film superhero Indonesia untuk unjuk gigi. Salah satu yang gue tunggu adalah Satria Dewa Universe, dengan film pertamanya, yaitu, Gatotkaca.

Mungkin di mata banyak orang Satria Dewa berada di atas angin sebab membawa konsep paling ikonik dalam legenda yang telah dibawa ke Nusantara dari tanah yang kita sebut saat ini sebagai India ribuan tahun lalu. Kisah Mahabrataha. Namun bukan tanpa halangan, mereka bisa saja gagal karena satu hal. Apa itu?

Penggemar Fanatik

Dokumentasi Kumparan.com

Penggemar adalah kata itu. Kita setuju mengatakan bahwa fans adalah bagian terpenting dari sebuah franchise. Bagaikan jantung yang selalu berdetak di waktu tidur. Fans membantu sebuah label untuk tetap hidup walau tidak ada proyek sama sekali yang mereka dijalankan. Bahkan dalam sepakbola sekalipun, fans dianggap sebagai Pemain ke-12. 

Jika boleh membandingkan, Bumilangit terlebih dahulu melakukan itu. Merangkul semua elemen penggemar dengan sangat masif. Gue melihat ini sebagai langkah dasar yang krusial. Iya, penggemar itu bagian dasar sebuah pondasi perfilman. Tapi perannya krusial untuk menyambung nafas bagi karya itu sendiri. Kita bisa melihatnya dari penggemar Harry Potter dan Narnia, atau bahkan Warkop DKI.

Untuk Bumilangit sendiri gue cukup berani mengatakan bahwa mereka bisa sejauh ini selain daripada kerja keras internalnya, juga gemuruh informasi dan teori yang bergerak secara membabi buta di dunia maya. Alhasil, mereka mendapatkan atensi yang memuaskan ditambah penggemar yang loyal.

Hal ini ditambah lagi dengan fandom yang mereka buat bernama Rakyat Bumilangit sebagai usaha mereka menfasilitasi penggemar.

Dokumentasi KAORI Nusantara

Bahkan untuk saat ini ada pemain lama yang bisa menarik penggemarnya kembali hanya dalam waktu satu tahun tanpa pengumuman film sebelumnya, dan juga tanpa banyak melempar bahan untuk digoreng. Cuma bermodalkan keterbukaan saja Skylar mampu merangkul penggemarnya. Walau memang mereka sudah pernah meluncurkan film Valentine, namun jalan mereka sejatinya sama seperti yang dilalui Satria Dewa. Memulai dari nol untuk menggejar ketertinggalan.

Solusi Yang Harus Mereka Lakukan

Dokumentasi Layar.id

Gue mungkin tidak tahu sejauh mana strategi mereka dan tentu juga apa yang mereka rencanakan. Sampai saat ini gue memikirkan hal itu. Sejauh yang bisa kita lihat, mereka fokus ke satu platform saja. Yaitu, Instagram. Bukan sebuah keputusan yang salah tapi dengan SDM yang mereka punya nampaknya menggaet animo publik Twitter dan Facebook bisa menjadi salah satu opsi terbaik. Belum lagi saat kita menyadari bahwa Satria Dewa gencar mengedukasikan cerita legenda Mahabharata di feed postingan mereka, gue langsung mengatakan usaha itu bisa dilakukan dengan cukup baik di media berbasis tulisan ketimbang menyediakan itu hanya di Instagram saja.

Alih-alih terkesan, banyak orang menyayangkan Satria Dewa yang sedikit berani mengeluarkan beberapa behind the scene yang menurut gue pribadi berbahaya untuk menampung ekspetasi publik. Usaha ini cenderung banyak menampilkan adegan-adegan penting. Tentu kita tahu walau mereka tidak mengeluarkan semuanya, praktek ini gagal menarik perhatian publik. Sebaliknya, dari banyak kreator yang gue kenal, tanggapan mereka juga sama dengan apa yang gue rasakan. Namun demikian, kami tetaplah menantikan filmnya tayang. Tapi dengan sedikit rasa kepo yang kadung menipis.

Jadi, ya, bisa jadi hanya itu yang bisa diubah oleh Satria Dewa. Membuka pintu untuk para penggemar menyuarakan kecintaannya dalam sebuah wadah komunitas, seperti halnya grup Facebook atau menjalin kerjasama kreator di beberapa platform seperti Twitter dan Tiktok.

Kenapa Mereka Harus Melakukan Itu?

Dokumentasi MLDSPOT


Satria Dewa memang mempunyai peluang dan modal besar untuk melakukan apa yang mereka harapkan saat ini. Tapi sebagai penyuka kultur khususnya pewayangan, sangat khawatir dengan apa yang mereka lakukan saat ini.

Bukan tanpa alasan, tema yang mereka angkat adalah pengadaptasian dari legenda Mahabharata. Sebuah cerita populer namun cenderung berat untuk anak muda masa kini mengikuti apa yang akan mereka saksikan nanti jikalau filmnya rilis. Kita boleh menebak, bisa jadi ini adalah cara Satria Dewa untuk men-trigger kaula muda menelusuri legenda ini sembari belajar kembali budaya dan sejarah. 

Tapi lagi lagi gue ingatkan, jika ini memang benar, hasilnya tidak selalu memuaskan. Resikonya tentu ketidakmampuan penonton mencerna isi film tersebut yang berujung pada penilaian buruk film itu sendiri, hanya karena minimnya pemahaman mereka tentang budaya. Maka dari itu penting bagi Satria Dewa fokus kepada penggemar mereka serta memfasilitasinya. Minimal percaya dan tidak jumawa. Sedikit meminggirkan ego hanya karena merekalah yang pertama membangun dunia ini. Keuntungan praktek ini adalah promosi bayangan dan sharing tentang kultur yang sedikit membantu pengenalan dunia Satria Dewa.

Dengan demikian Satria Dewa bisa lebih fokus menggembangkan ekosistem mereka. Sebuah tujuan paling spektakuler sejauh ini. Semoga terus jaya.



Oh iya, kalian bisa dukung gue di Karyakarsa dan bisa request bahan bacaan serta teori juga!




Komentar